kemampuan menulis artikel tidaklah bisa didapatkan secara tiba-tiba. dia bukanlah sebuah bawaan gen yang turun dari orang tua ataupaun nenek moyang. tidak lain dan tidak bukan, kemampuan menulis artikel muncul dari usaha yang dilakukan secara terus menerus.
usaha untuk menulis ini bisa muncul dari kerelaan ataupun dari keterpaksaan. buat anda yang pernah mengecap bangku mahasiswa, tentu tidak lupa akan tugas-tugas menulis yang harus dikumpulkan dalam tenggat waktu tertentu. terlebih jika sedang menempuh ujian akhir, biasanya para mahasiswa bisa untuk menulis jawaban dalam essay yang panjang bak profesional.
contoh di atas merupakan contoh yang muncul dari keterpaksaan. juga merupakan keterpaksaan jika seseorang harus menulis untuk menafkahi keluarganya. tidak sedikit rekan jurnalis yang mau tidak mau harus menulis artikel jika ingin dapurnya terus mengepul. sudah menulis saja kadang gak ngepul, apalagi tidak menulis.
selain muncul dari keterpaksaan, usaha untuk menulis ini juga muncul dari sebuah kerelaan. sebelum generasi facebook dan twitter bermunculan, telah terlahir lebih dulu generasi "dear diary". generasi ini biasanya menumpahkan segala keluh kesahnya dalam bentuk tulisan, panjang ataupun pendek. biasanya kata pembuka dari buku harian tersebut cukup seragam, yaitu "dear diary".
sadar ataupun tidak, generasi "dear diary" ini telah melatih dirinya untuk mampu menulis. bahkan generasi internet sekarang yang lahir dan besar dalam ruang situs facebook dan twitter sekalipun sejatinya juga berekspresi dalam sebuah tulisan. tentu dengan ditambah sedikit pengembangan, generasi facebook dan twitter ini bisa menjadi para penulis yang handal.
Lalu, manakah yang lebih baik, usaha menulis yang muncul dari keterpaksaan atau kerelaan? menurut saya, mau terpaksa atau rela, yang lebih baik adalah yang menulis.
Salam nulis!
lebih manteup kalo nulis dari hati. ada juga yg sesuai mood mungkin..hehe..
BalasHapus