Selama saya hidup dan berurusan dengan rumah sakit, seingat saya, saya baru tiga kali harus mengantar/menjenguk orang di unit Instalasi Gawat Darurat. Dua kali waktu saya masih kuliah dan sekali waktu saya sudah bekerja.
Pertama kali saya mengantar orang ke unit IGD adalah ketika ada salah seorang teman saya yang mengalami kecelakaan waktu bertanding futsal. Saat itu ada dua tim musuh bebeyutan yang harus saling berhadapan di semi final. Suasana pertandingan sangat panas. Teman saya merupakan salah satu pemain di tim yang bertanding kala itu.
Di pertandingan yang berjalan dengan alot itu, akhirnya teman saya bisa membuat peluang dengan masuk lewat sayap lapangan. Namun sebuah tackle keras dari musuh membuat teman saya terpelanting dan menabrak sebuah rangka besi yang tergeletak di pinggir lapangan.
Lama sekali dia tergeletak dan tim medis pun menghampirinya. Akhirnya diketahui bahwa selain menderita luka akibat tackle tersebut, wilayah lutut kaki teman saya ternyata "terkopek" hingga putih tulangnya kelihatan. Untuk bagian terkopek, itu fakta, sedangkan bagian putih tulang yang terlihat, itu merupakan hasil penglihatan saya sendiri yang bisa jadi salah. tapi bagaimanapun itu merupakan sebuah luka yang serius, dan akhirnya dia harus dibawa ke IGD di Rumah Sakit Bunda Margonda.
Pengalaman kedua masuk ke IGD adalah ketika ada teman saya yang kecelakaan dan mengalami luka yang cukup serius. Pada suatu waktu saya di kosan, saya mendengar ada teman saya yang mengalami kecelakaan dan harus dirawat di IGD Bunda Margonda. Langsung saja saya dan teman kosan saya motoran mendatangi RS Bunda Margonda.
Karena teman saya tersebut statusnya sudah berada dalam IGD, berarti kedatangan saya kesana adalah sebagai penjenguk, fresh visitor lah istilahnya (kebetulan belum banyak yang tahu beliau kecelakaan). Kami para penjenguk hanya bisa menemaninya teman saya tersebut sampai ada tindakan lebih lanjut dari sang dokter. Alhamdulillah setelah mulai banyak teman-teman yang datang, dan juga pihak keluarga, situasinya jadi tak setegang ketika masih sedikit teman yang menemani.
Pengalaman ketika saya masuk ke IGD baru saja terjadi tadi dini hari. Alkisah sekitar jam 1 dini hari saya dibangunkan oleh ibu saya. Beliau meminta saya untuk mengantarkan kakak ipar saya ke rumah sakit. Agak bingung saya mendengarnya, pasalnya baru saja tadi malam kami berdua menonton laga Indonesia versus Inter hingga selesai. "kenapa pulak ini" pikir saya.
Sebelum saya bersalin pakaian, saya sempatkan untuk melihat kakak ipar saya di kamarnya. Sebetulnya kakak ipar dan kakak saya sudah mengontrak rumah sendiri. Namun memang kadang mereka menginap di rumah orang tua kami jika ada suatu kebutuhan (catatan: saya statusnya masih numpang ama orang tua). Ketika saya di kamar kakak saya, saya jadi agak heran karena secara fisik tak ada satupun luka besat besot ataupun memar jadi buat apa dibawa ke rumah sakit.
"Kak Arfan hilang ingatan..", begitu ujar kakak saya dengan wajah kalut. Mendengar itu saya cukup kaget, apa pula sebabnya kakak saya hilang ingatan. Namun kalau orang hilang ingatan, biasanya dia tak ingat perihal orang orang yang ada di sekelilingnya, dan itu itu tidak terjadi pada kakak ipar saya. Dia masih mampu berkomunikasi dengan cukup lancar dengan ibu dan kakak saya. Karena penasaran, saya uji sebentar ingatannya "skor bola tadi berapa kak?". "Bola apa?" jawabnya. "Lah, tadi Indonesia lawan siapa?". "Saya gak inget Al". Done, tampaknya beliau menderita short term memory loss.
Setelah selesai bebenah, saya, kakak saya, dan kakak ipar saya meluncur ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Rasa kantuk yang menggelayut ketika dibangunkan langsung sirna berganti cemas. Ya, saya mengkhawatirkan kakak ipar saya. Buat saya, beliau lebih dari sekedar kakak ipar, dia sudah menjadi kakak saya sendiri. Terlebih sosoknya saya nilai bisa menggantikan sosok bapak saya untuk membina masjid di samping rumah saya.
Tak banyak yang bisa saya lakukan untuknya. Setelah menurunkan kakak ipar dan kakak saya di valley IGD, saya langsung memarkirkan mobil saya. Mungkin karena bercampur cemas dan kalut, suasana parkiran di RS Cipto begitu horor di mata saya. Kecemasan dan kekalutan semakin berkelindan ketika kami masuk ke ruangan IGD. Di hall IGD yang besar itu, berkumpul berbagai macam orang dengan berbagai macam kondisi menunggu penanganan dari dokter. Beberapa pasien yang dalam keadaan darurat, seperti korban kecelakaan, langsung menerima penanganan. Sedangkan pasien seperti kakak ipar saya yang harus ditangani dokter khusus, harus menunggu di ruang tersebut hingga sang dokter datang (besar kemungkinan sang dokter sedang tidak ada jadwal jaga).
Alhamdulillah kini kondisi kakak ipar saya mulai membaik. Beliau mulai mengingat beberapa kejadian di malam itu. Kekalutan yang ada di hati saya mulai terangkat. Dan begitu pula harapan saya untuk para pasien lain dan para penunggunya. Saya berdoa, semoga Allah ringankan beban yang menimpa mereka dan menguatkan hati mereka hingga cobaan itu diangkat oleh Allah. Saya yakin, jika bisa memilih, tak ada satupun orang yang mau masuk ke IGD, bahkan tak ada satupun orang yang mau jatuh sakit dan harus ke rumah sakit. Tiap-tiap kita menginginkan kesehatan dan kebaikan. Namun tampaknya inilah yang dinamakan takdir. Kita sudah berupaya menjaga diri kita dari musibah, namun tiba-tiba kita terkena olehnya Inilah yang dinamakan takdir, dan kita harus menghadapinya.
Kak, lekaslah sembuh.. karena hari ini, anakmu genap berumur satu tahun.
Salam Sehat Selalu untuk Penduduk Dunia..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar